JAKARTADAILY.ID – Kisruh kepemilikan saham antara PT Citra Lampia Mandiri (CLM) dengan PT Aserra Mineralindo Investama (AMI) terus belanjut.
Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan menyebut Direktorat Jenderal (Dirjen) Administrasi Hukum (AHU) Kementerian Hukum dan Ham (Kemnkumham) Republik Indonesia telah diperdaya Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
Sebab, Dirjen AHU dengan serta merta menerbitkan keputusan pengesahan pendirian Badan Hukum Perseroan Terbatas atas nama PT Aserra Mineralindo Investama (AMI), hanya berdasarkan pada putusan akhir BANI tanpa mempelajari keseluruhan isinya.
Karena itu, Helmut Hermawan berharap Ditjen AHU Kemenkumham RI dengan sukarela merevisi keputusan tersebut. Pasalnya, putusan badan yang menjadi penengah dalam konflik saham itu keluar saat Perjanjian Pemegang Saham (PPS) masih berlaku.
Padahal, PPS otomatis berakhir ketika PT Aserra Mineralindo Investama (AMI) tidak memenuhi ketentuan perihal pelunasan Perjanjian Jual Beli Bersyarat (PJBB) dalam jangka waktu 6 bulan.
“Mereka (Dirjen AHU Kemenkumham) mengambil keputusan tanpa mendalami apa isi perjanjian saham secara keseluruhan, yang menjadi dasar keluarnya BANI. Padahal BANI itu keluar sebelum PPS berakhir karena ada wanprestasi dari pihak AMI,” ujarnya.
Mestinya tidak begitu, sambung dia, karena prosedurnya tidak pas, apalagi polisi kemudian mengabulkan eksekusi dalam waktu yang sangat singkat berdasarkan laporan palsu.
Helmut memaparkan, dalam Perjanjian Pemegang Saham (PPS) dan Perjanjian Jual Beli Bersyarat (PJBB) yang dibuat dan ditandatangani pada 14 Mei 2019 antara AMI, APMR dan pemegang saham lain.
Baca Juga: 2.000 Karyawan PT CLM Resah, Pemerintah Diminta Proses Telaah Hukum Segera
Dalam hal ini Thomas Azali, ada fakta bahwa AMI belum dapat melakukan penutupan transaksi atas PJBB sebesar $ 21,500,000 setelah pemberian deposit dan pelaksanaan due diligence.
Sementara pasal 7 dalam PPS itu juga menyebutkan beberapa ketentuan yang dapat menyebabkan berakhirnya perjanjian. Antara lain jika dalam jangka waktu 6 bulan sejak tanggal perjanjian terlampaui, kesepakatan tersebut tidak terpenuhi.
Kemudian, bantuan modal kerja (BMK) yang telah diberikan wajib dikembalikan kepada AMI dalam jangka waktu 14 hari kalender sejak berakhirnya PPS, dan saham perseroan akan dikembalikan AMI kepada pemegang saham awal.
Kenyataannya, pelunasan transaksi jual beli saham CLM oleh AMI tidak terjadi dan tidak berhasil dilaksanakan. Ini berarti, lanjut Helmut, sesuai ketentuan, AMI mestinya mengembalikan kepemilikan saham 50 persen kepada APMR.
Apalagi APMR juga sudah mengembalikan BMK senilai 20M pada 4 Oktober 2019. “Karena pihak APMR sudah mengembalikan BMK yang 20M itu, maka seharusnya kewajiban untuk memberikan saham menjadi gugur karena transaksi tidak terpenuhi sesuai ketentuan dalam perjanjian,” ujar Helmut.