JAKARTADAILY.ID - Subholding Gas Pertamina terus berikhtiar mewujudkan diversifikasi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) untuk transportasi. Melalui anak usahanya yaitu PT Gagas Energi Indonesia telah menjalankan regulasi pemerintah pada kegiatan pengoperasian Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) dan transportasi BBG. Program yang sedang berjalan ini merupakan bagian dari konversi BBM kendaraan bermotor ke BBG.
Meneruskan program Pemerintah sejak 2013 yang telah mengkonversi ribuan kendaraan seperti taksi, angkot, mobil dinas, dan bus di Jakarta, Bogor, Lampung, Batam, Bandung, Purwakarta, Sukabumi, Surabaya, Gresik, Semarang, Balikpapan dan Semarang, maka secara bertahap Gagas melakukan kembali program konversi tersebut termasuk menginisiasi konversi BBM ke BBG untuk kendaraan roda dua, nelayan dan truk logistik.
Baca: Nicke Bos Pertamina Dinobatkan Sebagai Perempuan Indonesia Pendorong Inovasi
Dengan harga BBG hanya Rp4.500 per LSP akan memberikan penghematan sebesar 55 persen dibandingkan saat menggunakan BBM. Selain itu, BBG lebih ramah lingkungan karena hasil pembakaran berupa CO2 lebih rendah 25 persen dan Sox 0 persen. Oleh karena itu, BBG tepat menjadi energi alternatif di masa transisi ini dan menjadi bagian dari ekosistem untuk mencapai target Net Zero Emission.
Faktor pendukung program konversi diantaranya disparitas harga BBM dan BBG, pasokan gas, biaya konversi, regulasi, standar dan sertifikasi, bengkel, infrastruktur. Ketersediaan regulasi, ketaatan regulasi beserta monitoring dan evaluasi menjadi faktor utama menjamin keselamatan para pengguna BBG.
Ketua Komite Keselamatan Transportasi (KNKT), Soerjanto Tjahjono, menyatakan mendukung program pemanfaatan BBG pada kendaraan, mengingat penghematan yang akan didapatkan oleh masyarakat. Untuk itu, KNKT memberikan rekomendasi keselamatan pada aspek kualitas gas, inspeksi dan pemeliharaan kendaraan BBG, selain itu perlu juga dilakukan sosialisasi rutin kepada pengguna.
Joko Hadi Wibowo selaku Koordinator Keselamatan Hilir Minyak dan Gas Bumi Ditjen Migas juga menekankan tentang regulasi keselamatan teknologi Compressed Natural Gas (CNG) pada kendaraan. Pemerintah menjamin keselamatan melalui penyediaan regulasi yang tentu saja harus disertai dengan ketaatan regulasi tersebut oleh badan usaha dan pengguna. Beberapa Kementerian telah mendukung melalui penyediaan regulasi kualitas gas, regulasi kelaikan tabung CNG, regulasi keamanan instalasi converter kit, serta standarisasi converter kit dan tabung.
"Jika toolsnya belum ada, maka bisa diperbaiki aturannya. Yang penting adalah program pemanfaatan BBG harus tetap berjalan dan menjadi salah satu prioritas Net Zero Emission. Saat ini berbagai negara tengah mengejar carbon credit, penggunaan BBG bisa menjadi salah satu cara yang dilakukan,” ujar Joko, Minggu, 21 Mei 2023.
Baca: Inovasi Tanpa Henti, Pekerja Kilang Pertamina Plaju Borong 4 Penghargaan Emas di ITEX 2023 Malaysia
Untuk itu, Ditjen Migas mendorong upaya pemanfaatan BBG secara lebih besar. Program percepatan pemanfaatan BBG merupakan penugasan pemerintah kepada Pertamina dan PGN. “Pertamina dan PGN juga harus menjadi contoh terutama masalah keselamatan terkait pemanfaatan BBG,” lanjut Joko.
Bila perlu, kata dia, dilakukan benchmarking, yaitu dapat dengan mencontoh negara-negara yang sudah menggunakan BBG secara lebih dahulu dan utama untuk jenis kendaraan yang sama.
Dukungan terhadap program pemanfaatan BBG untuk kendaraan juga berasal dari Dewan Energi Nasional (DEN).
Sekjen DEN Djoko Siswanto mengungkapkan bahwa DEN sangat mendorong untuk meningkatkan penggunaan BBG dan perluasan infrastruktur gas bumi yang lebih massif sebagaimana tertuang dalam Grand Strategi Energi Nasional (GSEN). Maka pihaknya berupaya untuk menyusun kebijakan insentif fiscal, sehingga BBG dapat menarik untuk semua pelaku.
Secara bertahap, kendaraan berbahan bakar gas dapat mencapai 440.000 unit kendaraan dan 200 kapal. DEN mendorong kehandalan SPBG dan pembangunan SPBG untuk menopang pemenuhan BBG di banyak daerah.