Siap-siap, Peta Keuangan Global Akan Hadapi Fase Akhir Era New Normal

- Jumat, 4 November 2022 | 09:43 WIB
Kantor pusat Allianz di Munich Jerman. (Allianz)
Kantor pusat Allianz di Munich Jerman. (Allianz)

JAKARTADAILY - Baru-baru ini, Allianz meluncurkan "Allianz Global Wealth Report" edisi ke-13, yang menggambarkan kondisi aset dan utang rumah tangga di hampir 60 negara berada dalam kondisi kritis.

Allianz menilai tahun 2021 adalah terakhir kali konsep lama dari “new normal” yang identik dengan pasar saham yang perkasa didorong oleh pelonggaran moneter. Rumah tangga adalah yang paling menikmati kondisi ini, tiga tahun berturut-turut aset keuangan global mengalami pertumbuhan double digit pada 2021 mencapai 233 triliun euro (+10,4 persen). Tiga tahun terakhir, kekayaan individu tumbuh luar biasa mencapai 60 triliun euro, yang setara dengan dua kali kekayaan zona Euro.

Wilayah yang memiliki pertumbuhan di atas rata-rata antara lain Asia tidak termasuk Jepang (+11,3 persen), Eropa Timur (12,2 persen) serta Amerika Utara (+12,5 persen) yang juga dalam dua tahun sebelumnya berhasil tumbuh selayaknya tingkat pertumbuhan negara berkembang, namun dengan nilai aset keuangan gross per kapita sebesar 294.240 euro yang jauh lebih tinggi dibanding rata-rata global sebesar 41.980 euro. Di sisi lain, pertumbuhan Eropa Barat (+6,7 persen) lebih seperti tingkat pertumbuhan wilayah yang kaya dan sudah mapan, namun dengan nilai aset per kapita yang lebih rendah (109.340 euro).

Baca: Menkeu: Ekonomi Indonesia Pulih Cepat, Namun Harus Waspada, Tahun Depan Dunia Diprediksi Mengalami Resesi

Pesatnya pertumbuhan pasar saham merupakan faktor pendorong utama pertumbuhan nilai aset, yang memiliki kontribusi sekitar dua per tiga dari total pertumbuhan tahun 2021. Sedangkan untuk instrumen penyimpanan kekayaan seperti tabungan, dan deposito tidak mengalami penurunan porsi yang signifikan. Meskipun sempat turun sebesar 19 persen pada 2021, dengan total 4,8 triliun euro, posisi ini masih lebih besar 40 persen dibandingkan tahun 2019. porsi tabungan masih cukup dominan yang mencapai 63 persen dari total aset global, diikuti oleh asuransi dan dana pensiun sebesar 17,4 persen, dan sekuritas (saham dan obligasi) pada 15,5 persen.

Titik Balik
Tahun 2022 menjadi titik balik. Perang di Ukraina telah menghambat perbaikan kondisi pasca perlambatan akibat Covid-19 dan memutarbalikkan keadaan: inflasi menlonjak di mana-mana, terjadi kelangkaan energi serta makanan, dan juga pengetatan moneter yang semakin menghambat potensi pertumbuhan berbagai negara. Nilai kekayaan rumah tangga pun terdampak. Aset keuangan global kemungkinan mengalami penurunan di atas 2 persen tahun ini, yang merupakan penurunan terdalam setelah krisis keuangan global pada 2008. Sebagai gambaran, penurunan tersebut sama dengan berkurangnya kekayaan rumah tangga sebesar 10 persen.

Perbedaannya dengan krisis 2008 yang diikuti oleh perbaikan kondisi yang cukup cepat, kali ini prospek dalam jangka menengah pun tidak secerah yang diharapkan: rata-rata pertumbuhan dari aset keuangan diperkirakan bisa mencapai 4,6 persen hingga 2025, jauh lebih rendah dibandingkan angka pada tiga tahun terakhir yang mencapai 10,4 persen.

Ludovic Subran, chief economist Allianz menyatakan tahun 2021 merupakan akhir dari sebuah era. Tiga tahun terakhir merupakan periode yang luar biasa, masa yang sangat menguntungkan bagi para penabung. Tidak hanya 2022, namun tahun-tahun yang akan datang akan sama sekali berbeda. Tekanan biaya kehidupan akan sangat menguji ketahanan sosial.

Baca: Jusuf Kalla: Kita Harus Optimis dan Mengambil Manfaat dari Krisis Global

"Para pembuat kebijakan menghadapi tantangan untuk menanggulangi krisis energi, melanjutkan transisi ke arah perekonomian hijau dan terus menumbuhkan perekonomian, di saat kebijakan moneter tidak lagi akomodatif dan justru memperlambat pertumbuhan. Tidak ada lagi ruang bagi kebijakan yang salah. Kunci sukses menghadapi kondisi ini adalah kebijakan yang inovtif dengan target yang terukur bagi setiap negara, dan Eropa perlu Bersatu sebagai suatu unit ekonomi."

Kembalinya Utang
Di akhir tahun 2021, utang rumah tangga mencapai 52 triliun euro. Pertumbuhan tahunan sebesar 7,6 persen sangat jauh dibandingkan rata-rata jangka panjang sebesar 4,6 persen serta pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 5,5 persen. Terakhir kali terjadinya pertumbuhan kredit yang lebih tinggi adalah sebelum krisis 2008 yaitu pada 2006. Sejak saat itu, persebaran tingkat kredit juga sudah berubah, saat ini porsi kredit negara maju terus mengalami penurunan, sebagai contoh AS mengalami penurunan tingkat utang sebesar 10 persen menjadi 31 persen. Sedangkan negara berkembang terus mengalami peningkatan porsi kredit terutama negara-negara Asia yang porsinya meningkat hampir dua kali lipat dan mencapai 27,6 persen.

Salah satu penulis laporan ini, Pelayo Romero, menyatakan bahwa peningkatan kredit yang pesat di tengah potensi perlambatan ekonomi merupakan hal yang mengkhawatirkan. "Di negara berkembang, utang rumah tangga tumbuh begitu tinggi dalam dekade terakhir, dengan kecepatan lima kali lebih tinggi dibanding negara maju. Meski begitu, tingkat kredit secara keseluruhan masih dalam taraf wajar, namun mempertimbangkan tantangan di masa yang akan datang, potensi terjadinya krisis kredit tidak dapat dikesampingkan sama sekali."

Baca: Bambang Brodjonegoro: Pemerintah Harus Mampu Mengendalikan Laju Inflasi

Asia: Wilayah dengan kondisi yang kontras
Tingkat aset keuangan bruto di Asia untuk rumah tangga mengalami peningkatan sebesar 9,4 persen pada 2021. Pertumbuhan ini Sebagiandikontribusikan oleh China dan Jepang, masing-masing memegang porsi 51 persen dan 25 persen dari aset keuangan bruto di Asia.

Halaman:

Editor: Priyanto Sukandar

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X